Labirin Luka Di Bumi Koloni
Post Aleks Giay
Luka tak akan melihat betapa senyapnya harimu merayakan perihnya dan luka takan pernah berhenti ngilu tanpa kamu yang membalutinya sendiri. Nanar luka membuncah dalam busung dadamu menahan kepedihan dan setianya menyimpang pada relung hati yang terkulai melihat kezaliman penjajah. Kebenaran atas nama masa lalu suatu bangsa ialah luka bagi bangsa kolonial untuk terus menyayati jiwa-jiwa di bangsa koloni dengan tingkap jahanamnya.
Cerita panjang terpajang di dinding zaman ke zaman dalam legenda bangsa- bangsa terjajah di jagat raya ini. Bawasanya telah di wahyukan pada suatu negeri koloni akan di lukai dan terus akan terluka dengan laku jahanam tirani melalui tangan jahil serdadunya. Apapun bentuk wajahmu di mata penjajah dalam semua di mensi kehidupan akan terbaca sebagai binatang buruan. Hal itulah yang tercacat dalam buku-buku tua bagi wilayah jajahannya.
Popor bedilnya selalu akan melerai dada dan timah bedilnya kapanpun di letuskan demi melafas nyawa para insan seperti dedaunan gugur terkulai jatuh sebelum musim gugur. Bangsa koloni ini masih berdarah kepergian sedang harapan untuk hidup bagai batu tiada bernyawa. Sebuah tanya selalu menampar nurani, kepada siapakah segala kesakitan ini akan tumpah sedang kami makin terluka..?
Saya yakin bahwa revolusi bangsa-bangsa di dunia tdk jatuh dari langit. Proses demi proses mereka lakukan dengan nasionalisme yang jelas. Perpecahan demi perpecahan di alami dalam konfrontasi dialektik pergerakan pembebasan nasional mereka tetapi tidak berusaha untuk jatuh pada lubang yang sama demi pembebasannya. Luka demi luka mereka baluti secara kolektif untuk bangkit menyembuhkannya.
Bagaimana bung kamrad, bangsa kita terus jatuh di lubang perpecahan yang sama dan selalu berusaha memperbaiki tetapi terangtuk kembali pada kerikil yang sama. Kita makin luka dan selalu balik melukai nilai luhur kita sedangkan tikaman belati kaum predator pun makin melukai sepanjang laju kolonial semakin sengit menindas. Dinamika perpecahan dan kerisuhan dalam internal akan menjadi momentum terbaik bagi pihak kolonial berusaha menyusup melukai dalam pengerakan untuk hancurkan tatanan perjuangan.
Cantik itu luka bagi kaum pembirahi yang selalu menilai dari kesingnya tetapi sebuah labirin luka sejarah di bangsa koloni akan tersayat di batin kaum heroik (revolusioner) karna luka rakyat koloni tiada obatnya kecuali pembebasan. Bagaimana kita merawat luka nanar yang tercipta dalam tubuh internal dengan nanah egosentris yang keluar untuk menunjukan jargon idealisme organnya sendiri. Seperti merawart ingatan dan menolok lupa mencari alternatif yang progresif demi kebersamaan kesatuan ialah yang terbaik bagi manusia bangsa koloni untuk melawan kezaliman kolonialisme.
Salam dan doa teriling untukmu yang memelihara keperbedaan perjuangan dengan pandangan subjektif dan egosentrisme yang menciptakan lubang luka di antara sesama pejuang dan membiarkan luka rakyat bangsa kita terus merambah kedalaman batin. Janganlah merampas kebebasan tanah air dengan ulur kebiadaban logika yang amis membusukan penalaran perjuangan kolektif. Tangisan keperihan tak punya nilai apa-apa kecual labirin luka bangsa tertindas yang terus tersayat di altar semadi kolonial ialah kerinduan bersama menuaikan doa pemberontakan seutuh, seia dan selangkah membebaskannya.
Post Aleks Giay
Luka tak akan melihat betapa senyapnya harimu merayakan perihnya dan luka takan pernah berhenti ngilu tanpa kamu yang membalutinya sendiri. Nanar luka membuncah dalam busung dadamu menahan kepedihan dan setianya menyimpang pada relung hati yang terkulai melihat kezaliman penjajah. Kebenaran atas nama masa lalu suatu bangsa ialah luka bagi bangsa kolonial untuk terus menyayati jiwa-jiwa di bangsa koloni dengan tingkap jahanamnya.
Cerita panjang terpajang di dinding zaman ke zaman dalam legenda bangsa- bangsa terjajah di jagat raya ini. Bawasanya telah di wahyukan pada suatu negeri koloni akan di lukai dan terus akan terluka dengan laku jahanam tirani melalui tangan jahil serdadunya. Apapun bentuk wajahmu di mata penjajah dalam semua di mensi kehidupan akan terbaca sebagai binatang buruan. Hal itulah yang tercacat dalam buku-buku tua bagi wilayah jajahannya.
Popor bedilnya selalu akan melerai dada dan timah bedilnya kapanpun di letuskan demi melafas nyawa para insan seperti dedaunan gugur terkulai jatuh sebelum musim gugur. Bangsa koloni ini masih berdarah kepergian sedang harapan untuk hidup bagai batu tiada bernyawa. Sebuah tanya selalu menampar nurani, kepada siapakah segala kesakitan ini akan tumpah sedang kami makin terluka..?
Saya yakin bahwa revolusi bangsa-bangsa di dunia tdk jatuh dari langit. Proses demi proses mereka lakukan dengan nasionalisme yang jelas. Perpecahan demi perpecahan di alami dalam konfrontasi dialektik pergerakan pembebasan nasional mereka tetapi tidak berusaha untuk jatuh pada lubang yang sama demi pembebasannya. Luka demi luka mereka baluti secara kolektif untuk bangkit menyembuhkannya.
Bagaimana bung kamrad, bangsa kita terus jatuh di lubang perpecahan yang sama dan selalu berusaha memperbaiki tetapi terangtuk kembali pada kerikil yang sama. Kita makin luka dan selalu balik melukai nilai luhur kita sedangkan tikaman belati kaum predator pun makin melukai sepanjang laju kolonial semakin sengit menindas. Dinamika perpecahan dan kerisuhan dalam internal akan menjadi momentum terbaik bagi pihak kolonial berusaha menyusup melukai dalam pengerakan untuk hancurkan tatanan perjuangan.
Cantik itu luka bagi kaum pembirahi yang selalu menilai dari kesingnya tetapi sebuah labirin luka sejarah di bangsa koloni akan tersayat di batin kaum heroik (revolusioner) karna luka rakyat koloni tiada obatnya kecuali pembebasan. Bagaimana kita merawat luka nanar yang tercipta dalam tubuh internal dengan nanah egosentris yang keluar untuk menunjukan jargon idealisme organnya sendiri. Seperti merawart ingatan dan menolok lupa mencari alternatif yang progresif demi kebersamaan kesatuan ialah yang terbaik bagi manusia bangsa koloni untuk melawan kezaliman kolonialisme.
Salam dan doa teriling untukmu yang memelihara keperbedaan perjuangan dengan pandangan subjektif dan egosentrisme yang menciptakan lubang luka di antara sesama pejuang dan membiarkan luka rakyat bangsa kita terus merambah kedalaman batin. Janganlah merampas kebebasan tanah air dengan ulur kebiadaban logika yang amis membusukan penalaran perjuangan kolektif. Tangisan keperihan tak punya nilai apa-apa kecual labirin luka bangsa tertindas yang terus tersayat di altar semadi kolonial ialah kerinduan bersama menuaikan doa pemberontakan seutuh, seia dan selangkah membebaskannya.
Komentar
Posting Komentar